Pages

Selasa, 08 November 2016

Lanjutan PART 1 (Ketemu dia lagi)

Pukul 17.00, pesawat dengan tenanganya mendarat dan hati amat terasa berbeda antara senang atau sedih yang akan bertemu hanya sesaat, diruang tunggu bandara aku menanti dia yang menjemput, duduk melihat kearah datangnya orang menjemput, dan aku melihat dia berjalan dengan cepatnya, dia melihat aku tersenyum dan aku membalas senyum tersebut.  Ada kata yang sulit di ucapkan ada kebahagiaan yang sulit untuk di tutupi ketika kami bertemu kembali, melihat dia kembali setelah satu tahun terpisah oleh jarak, terasa gugup dan bingung apa yang harus di ucapkan. Aku selalu berfikir kata apa yang di ucapkan ketika pasangan LDR bertemu kembali, aku sampai searching dengan keyword  “kata yang cocok untuk pasangan LDR bertemu kembali”. Pada akhirnya tidak menemukan kata yang cocok hanya bisa melihat wajah dia yang semakin lama semakin mendekat, aku berfikir “apakah ini yang dinamakan jatuh cintanya orang LDR?” seperti hujan yang rindu akan indahnya pelangi, dan kita rindu akan indahnya kebersamaan.
            “Hai!” kata awal yang terasa kaku di dengar. “kok kurusan sih?” kata yang mungkin wanita senangi. “kaya orang sakit” kata yang terdengar begitu bodohnya. Dia hanya membalas dengan cubitan mesra atau cubitan benci dibilang seperti itu. Tidak ada pelukan rindu, tidak ada kata yang menggambarkan rindu, hanya ada tatapan yang menggambarkan rindu dan ingin tetap bersama tidak ada batas jarak lagi. Terasa asing dengan bersama karna terlalu lama di temani dengan jarak, tidak terlalu banyak percakapan karna pikiran dan hati sedang loncat-loncat kegirangan, dan mulut tidak bisa melontarkan kata yang baik untuk medefinisikan arti rindu untuk di ucapkan.
            Ohya, aku sebenarnya masih jetlag dengan yang namanya LDR. Tidak terasa memiliki hubungan jarak jauh yang sudah cukup lama, tidak terasa memiliki hubungan yang mungkin oleh banyak orang di sepelekan. Dan yang masih jetlag “aku sekarang memiliki dia?” yang awalnya tidak saling mengenal, bertemu di suatu tempat yang mungkin sudah di takdirkan dan mengenal dia lebih dalam mungkin sudah di gariskan dalam perjalanan hidup aku ini. Dan selama ini hubungan dengan jarak terasa nyaman yang aku rasakan, intinya hubungan jarak jauh itu bukan kita yang selalu saling menatap, tapi kita yang tau hubungan ini akan di bawa kemana, berkomitmen saling menjaga hati mungkin tidak cukup kuat dalam menjaga hubungan ini, untuk memperkuatnya yaitu dengan saling menjaga kepercayaan dan tetap jaga komunikasi (mungkin kalau di jaman batu menjaga komunikasi agak sulit). Tetapi untuk saat ini aku selalu mensyukuri apa yang aku miliki sekarang termasuk memiliki dia.
            Melanjuti pertemuan aku dengan dia, bercakap-cakap tentang keseharian, bercerita tentang masalah masing-masing, bercerita tentang masalah yang sangat besar yaitu pelastik mahal punya mamake (bahasa jawa dalam memanggil ibu) hilang di kabin pesawat. Curhat panjang lebar masalah plastik mahal tersebut, tidak ada solusi yang terbentuk, hanya ada kata “hayoloh mas, kenak marah nanti” dengan nada menakuti. Ohya dia manggil aku dengan panggilan “mas” alasannya simple karna aku orang jawa bukan karna aku tukang baso. Dan aku kadang merasa di duakan, karna dia memanggil pedagang atau orang yang belum dikenal di panggil mas juga. Tidak mempermasalahkan hal tersebut karna panggilan apapun yang di buat untuk aku, aku percaya di balik nama panggilan itu ada kata “cinta dan sayang”
            Tidak terasa shift jaga hari ini untuk matahari sudah habis, dan di ganti shiftnya dengan bulan. Pergi keluar dari bandara menggunakan kendaraan roda dua, bukan kuda karna kuda menggunakan kaki dan ini bukan jaman majapahit yang kemana-mana menggunakan kuda. Roda dua itu biasa di sebut motor (udah pada tau juga), berboncengan berdua melewati dingin dan gelapnya malam, melewati macetnya kota, melewati para remaja bermesraan dan kita saling beradu agrumment melihat tingkah remaja seperti itu. Dan kita masih kaku dengan adanya kebersamaan. Kata kita terbentuk karna adanya jarak, kata kita sudah terbiasa tidak saling bersama dan kata kita selalu mengerti apa artinya rindu dalam jarak. Kebersamaan kita selalu di bayangi oleh kabut, kabut keterbatasan yang dimana kita tidak bisa saling meilihat, dan kabut tersebut  mengajarkan kita untuk saling bertahan dalam keterbatasan jarak pandang.
            Hari telah berganti, pagi-pagi aku kerumah dia, untuk apa? Karna pada hari itu dia akan di wisuda. Aku, bersama kakak dan ayahnya menemani ke acara wisuda dia. Agak sedikit gugup bertemu ayah dia, tapi esay going sih. Ngobrol seperti biasa, mengenalkan aku tentang kota pekanbaru. “cattt, cittt, cutttt” ngobrol dan tiba di tempat acara wisuda. Aku disini berfikir “apakah aku bisa diterima di keluarganya dia?” takutnya ada persyaratan tertentu sebelum memiliki anaknya, seperti bangun candi, buat kapal atau buat yang aneh-aneh, tapi untungnya hal seperti itu tidak terjadi. Kepikir dong kalau hal tersebut sampai terjadi, mungkin sampai saat ini aku tidak akan mampu dan harapan aku pupus memiliki dia dan akhirnya aku di kutuk jadi candi atau jadi batu. (ini fikiran aku yang absurd pada saat itu). Mungkin ini pertama kalinya lebih dekat dengan keluarganya dia, diperkenalkan ke keluarganya, saling tegur tawa dengan keluarganya, saling bercerita dengan keluarganya, membuat aku senang pada saat itu, iya senang, karna bukan hanya dia yang harus aku kenal tetapi keluarga yang terpenting yang harus aku kenal juga.
            Ada suatu momen yang hanya cuma kita berdua, disini mungkin titik rindu dan keseokan harinya aku sudah harus pergi. Saling mengutarakan rasa rindu, berbicara terfokus pada satu topik, mungkin dia dan aku merasakan rasa tidak ingin berpisah (kembali). mau tidak mau suasana dengan jarak akan terulang kembali. Baru saja terbiasa dengan bersama harus berpisah kembali. Dinginnya jarak yang baru saja di hangatkan kembali dengan pertemuan akan kembali merasakan dinginnya jarak. Saling mengutarakan rindu ini sampai sesakan dada, rindu ini akan menjadi teman kita kembali. Tetapi aku yakin, hubungan seperti ini membuat kita menjadi lebih kuat, menjadi lebih mengerti, menjadi lebih memahami satu sama lain. Dengan adanya jarak kita tau bahwa kita tidak selalu tetap bersama selamanya, karna di depan nanti mungkin akan adanya kematian yang lebih jauh dalam hal jarak dan berpisah.
            Keesokan harinya, tiba saatnya aku untuk pergi meninggalakan dia kembali. Terasa sulit tetapi memang ini yang seharunya terjadi. Boarding pass menunjukan kemberangkatan jam 20:45 WIB. Masih ada waktu sekitar 2 jam aku bersama dia, berkeluh kesah terasa enggan untuk meninggalkan. Rindu semakin kuat mencengkram kami, jarak secara perlahan menarik kami untuk segera berpisah, waktu pada saat itu tidak berpihak kepada kami tidak memberi waktu lebih untuk kami melepaskan rindu secara utuh. Disini kami mengutarakan kata rindu yang lebih banyak dari biasanya, tidak ingin terjerat rindu dalam jarak, tidak ingin kembali merasakan kedinginan jarak, dan tidak ingin merasakan kembali hubungan jarak jauh (pada saat itu). Waktu mendekati penerbangan aku, tiba-tiba dia memeluk aku
“mas, kita akan bertemu kembali kan? kita tidak akan merasakan hal seperti ini di suatu saat nanti kan? Mas, tetap jaga perasaan ini walau dalam jarak yah” (memeluk dengan sangat erat dengan mengeluarkan air mata)
Aku cuma membalas “iya, kita tetap jaga komunikasi yah”

Bersambung……..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar