Pukul 17.00, pesawat dengan tenanganya mendarat dan
hati amat terasa berbeda antara senang atau sedih yang akan bertemu hanya
sesaat, diruang tunggu bandara aku menanti dia yang menjemput, duduk melihat
kearah datangnya orang menjemput, dan aku melihat dia berjalan dengan cepatnya,
dia melihat aku tersenyum dan aku membalas senyum tersebut. Ada kata yang sulit di ucapkan ada
kebahagiaan yang sulit untuk di tutupi ketika kami bertemu kembali, melihat dia
kembali setelah satu tahun terpisah oleh jarak, terasa gugup dan bingung apa
yang harus di ucapkan. Aku selalu berfikir kata apa yang di ucapkan ketika
pasangan LDR bertemu kembali, aku sampai searching
dengan keyword “kata yang cocok untuk pasangan LDR bertemu
kembali”. Pada akhirnya tidak menemukan kata yang cocok hanya bisa melihat
wajah dia yang semakin lama semakin mendekat, aku berfikir “apakah ini yang
dinamakan jatuh cintanya orang LDR?” seperti hujan yang rindu akan indahnya
pelangi, dan kita rindu akan indahnya kebersamaan.
“Hai!”
kata awal yang terasa kaku di dengar. “kok kurusan sih?” kata yang mungkin
wanita senangi. “kaya orang sakit” kata yang terdengar begitu bodohnya. Dia
hanya membalas dengan cubitan mesra atau cubitan benci dibilang seperti itu.
Tidak ada pelukan rindu, tidak ada kata yang menggambarkan rindu, hanya ada
tatapan yang menggambarkan rindu dan ingin tetap bersama tidak ada batas jarak
lagi. Terasa asing dengan bersama karna terlalu lama di temani dengan jarak,
tidak terlalu banyak percakapan karna pikiran dan hati sedang loncat-loncat kegirangan,
dan mulut tidak bisa melontarkan kata yang baik untuk medefinisikan arti rindu
untuk di ucapkan.
Ohya,
aku sebenarnya masih jetlag dengan
yang namanya LDR. Tidak terasa memiliki hubungan jarak jauh yang sudah cukup
lama, tidak terasa memiliki hubungan yang mungkin oleh banyak orang di
sepelekan. Dan yang masih jetlag “aku
sekarang memiliki dia?” yang awalnya tidak saling mengenal, bertemu di suatu
tempat yang mungkin sudah di takdirkan dan mengenal dia lebih dalam mungkin
sudah di gariskan dalam perjalanan hidup aku ini. Dan selama ini hubungan
dengan jarak terasa nyaman yang aku rasakan, intinya hubungan jarak jauh itu
bukan kita yang selalu saling menatap, tapi kita yang tau hubungan ini akan di
bawa kemana, berkomitmen saling menjaga hati mungkin tidak cukup kuat dalam
menjaga hubungan ini, untuk memperkuatnya yaitu dengan saling menjaga
kepercayaan dan tetap jaga komunikasi (mungkin kalau di jaman batu menjaga
komunikasi agak sulit). Tetapi untuk saat ini aku selalu mensyukuri apa yang aku
miliki sekarang termasuk memiliki dia.
Melanjuti
pertemuan aku dengan dia, bercakap-cakap tentang keseharian, bercerita tentang
masalah masing-masing, bercerita tentang masalah yang sangat besar yaitu
pelastik mahal punya mamake (bahasa
jawa dalam memanggil ibu) hilang di kabin pesawat. Curhat panjang lebar masalah
plastik mahal tersebut, tidak ada solusi yang terbentuk, hanya ada kata
“hayoloh mas, kenak marah nanti” dengan nada menakuti. Ohya dia manggil aku
dengan panggilan “mas” alasannya simple karna
aku orang jawa bukan karna aku tukang baso. Dan aku kadang merasa di duakan,
karna dia memanggil pedagang atau orang yang belum dikenal di panggil mas juga.
Tidak mempermasalahkan hal tersebut karna panggilan apapun yang di buat untuk aku,
aku percaya di balik nama panggilan itu ada kata “cinta dan sayang”
Tidak
terasa shift jaga hari ini untuk matahari sudah habis, dan di ganti shiftnya
dengan bulan. Pergi keluar dari bandara menggunakan kendaraan roda dua, bukan
kuda karna kuda menggunakan kaki dan ini bukan jaman majapahit yang kemana-mana
menggunakan kuda. Roda dua itu biasa di sebut motor (udah pada tau juga),
berboncengan berdua melewati dingin dan gelapnya malam, melewati macetnya kota,
melewati para remaja bermesraan dan kita saling beradu agrumment melihat
tingkah remaja seperti itu. Dan kita masih kaku dengan adanya kebersamaan. Kata
kita terbentuk karna adanya jarak, kata kita sudah terbiasa tidak saling
bersama dan kata kita selalu mengerti apa artinya rindu dalam jarak.
Kebersamaan kita selalu di bayangi oleh kabut, kabut keterbatasan yang dimana
kita tidak bisa saling meilihat, dan kabut tersebut mengajarkan kita untuk saling bertahan dalam
keterbatasan jarak pandang.
Hari
telah berganti, pagi-pagi aku kerumah dia, untuk apa? Karna pada hari itu dia
akan di wisuda. Aku, bersama kakak dan ayahnya menemani ke acara wisuda dia.
Agak sedikit gugup bertemu ayah dia, tapi esay
going sih. Ngobrol seperti biasa, mengenalkan aku tentang kota pekanbaru. “cattt, cittt, cutttt” ngobrol dan tiba
di tempat acara wisuda. Aku disini berfikir “apakah aku bisa diterima di
keluarganya dia?” takutnya ada persyaratan tertentu sebelum memiliki anaknya,
seperti bangun candi, buat kapal atau buat yang aneh-aneh, tapi untungnya hal seperti
itu tidak terjadi. Kepikir dong kalau hal tersebut sampai terjadi, mungkin
sampai saat ini aku tidak akan mampu dan harapan aku pupus memiliki dia dan
akhirnya aku di kutuk jadi candi atau jadi batu. (ini fikiran aku yang absurd
pada saat itu). Mungkin ini pertama kalinya lebih dekat dengan keluarganya dia,
diperkenalkan ke keluarganya, saling tegur tawa dengan keluarganya, saling
bercerita dengan keluarganya, membuat aku senang pada saat itu, iya senang,
karna bukan hanya dia yang harus aku kenal tetapi keluarga yang terpenting yang
harus aku kenal juga.
Ada
suatu momen yang hanya cuma kita berdua, disini mungkin titik rindu dan
keseokan harinya aku sudah harus pergi. Saling mengutarakan rasa rindu,
berbicara terfokus pada satu topik, mungkin dia dan aku merasakan rasa tidak
ingin berpisah (kembali). mau tidak mau suasana dengan jarak akan terulang
kembali. Baru saja terbiasa dengan bersama harus berpisah kembali. Dinginnya
jarak yang baru saja di hangatkan kembali dengan pertemuan akan kembali
merasakan dinginnya jarak. Saling mengutarakan rindu ini sampai sesakan dada,
rindu ini akan menjadi teman kita kembali. Tetapi aku yakin, hubungan seperti
ini membuat kita menjadi lebih kuat, menjadi lebih mengerti, menjadi lebih
memahami satu sama lain. Dengan adanya jarak kita tau bahwa kita tidak selalu
tetap bersama selamanya, karna di depan nanti mungkin akan adanya kematian yang
lebih jauh dalam hal jarak dan berpisah.
Keesokan
harinya, tiba saatnya aku untuk pergi meninggalakan dia kembali. Terasa sulit
tetapi memang ini yang seharunya terjadi. Boarding
pass menunjukan kemberangkatan jam 20:45 WIB. Masih ada waktu sekitar 2 jam
aku bersama dia, berkeluh kesah terasa enggan untuk meninggalkan. Rindu semakin
kuat mencengkram kami, jarak secara perlahan menarik kami untuk segera
berpisah, waktu pada saat itu tidak berpihak kepada kami tidak memberi waktu
lebih untuk kami melepaskan rindu secara utuh. Disini kami mengutarakan kata
rindu yang lebih banyak dari biasanya, tidak ingin terjerat rindu dalam jarak,
tidak ingin kembali merasakan kedinginan jarak, dan tidak ingin merasakan
kembali hubungan jarak jauh (pada saat itu). Waktu mendekati penerbangan aku,
tiba-tiba dia memeluk aku
“mas, kita akan bertemu kembali kan? kita tidak akan
merasakan hal seperti ini di suatu saat nanti kan? Mas, tetap jaga perasaan ini
walau dalam jarak yah” (memeluk dengan sangat erat dengan mengeluarkan air
mata)
Aku cuma membalas “iya, kita tetap jaga komunikasi
yah”
Bersambung……..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar